Mini Riset Hadits Dalam Kitab Sunan An-Nasa’i Nomor 19
Mata Kuliah “ Ilmu Rijal al-Hadis ”
Mata Kuliah “ Ilmu Rijal al-Hadis ”
Oleh: Siti Mariatul Kiptiyah (10530071)
Teks Hadis
أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ
أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ
صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ (روه النسائ)
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim berkata telah mengabarkan kepada kami Isma’il dari Abdul Aziz
bin Syuhaib dari Anas bin Malik berkata: apabila Rasulullah saw memasuki kamar
kecil beliau berdoa: “ Allahumma inni ‘audzubika min al-hubutsi wa
al-khabaaits.” (HR. An- Nasa’i: 19)
Untuk mengetahui kesahihan hadis di atas
perlu adanya pengecekan atau penelitian terhadap sanad dan matannya. Dalam penelitian
hadis, penelitian Rijal merupakan penelitian yang secara langsung melibatkan
sanad sebuah hadis. Sebuah hadis dinilai sahih pertama kali dilihat dari segi
sanadnya, barulah kemudian dilihat dari segi matannya. Apabila sanadnya tidak
shahih, maka matannya pun dinilai tidak shahih. Oleh sebab itu, dalam meneliti
kesahihan hadis di atas, berikut ini akan ditelusuri identitas para perawinya
terlebih dahulu. Jalur hadis di atas dapat dilihat sebagaimana berikut ini:
Nabi saw Anas
bin Malik Abdul Aziz bin Syuhaib Ismail
Ishaq bin Ibrahim An-Nasa’i
Untuk lebih jelasnya, berikut identitas periwayat
yang terdapat pada jalur tersebut:

Anas bin Malik adalah salah satu sahabat
Nabi saw sekaligus pernah menjadi pembantunya. Sejak kecil kira-kira berumur 10
tahun, oleh Ibunya yang bernama Ummu
Sulaim Malikah binti Milhan bin Kholid bin Zaid bin Harom, istri Abi Tholhah
Zaid bin Sahl Al Ansori, Anas kecil telah diperkenalkan kepada Nabi saw sewaktu Nabi berada di
Madinah. Beliau bernama lengkap Anas bin Malik bin an-Nadzir bin Dhumdum bin
Zayd bin Hurum. Nama kuniyahnya adalah Abu Hamzah al Anshari al-Khazraji.[1] Lahir
pada tahun 612 M, kira-kira 10 tahun sebelum tahun hijriyah (sebab pada umur 10
tahun beliau bertemu Nabi, dan beliau pada umur 20 tahun, Nabi wafat), tinggal
di Basrah, dan wafat pada tahun 91 H/710 M. Selain berguru pada Nabi saw beliau
pernah juga berguru pada Ubay bin Ka’ab bin Qais, jundhub bin jundah, A’isyah
binti Abu Bakar ash Siddiq, Utsman bin ‘Affan bin, Ramlah binti Abi Sufyan, Fatimah
binti Rasulullah, Lubabah binti al-Harits dan sebagainya. Muridnya diantaranya
adalah Ibrahim bin Abdurrahman bin Abdullah, Ibrahim bin Maysarah, Abu Idris,
Abu Asma’, Abdul Aziz bin Syuhaib dan lain sebagainya.

Nama lengkapnya adalah Abdul Aziz bin
Syuhaib al-Bunani.[2]
Julukannya adalah Abu Hamzah atau Ibnu al-Abid. Beliau tinggal di Basrah,
meninggal pada tahun 130 H/ 748 M. Beliau pernah berguru pada Anas bin Malik,
Tsabit bin Aslam, Huzair, Abdullah bin ‘Abbas bin Abdul Muthalib bin Hisyam,
dan lainnya. Muridnya adalah Ibrahim bin Thahman bin Syu’bah, Isma’il bin
Ibrahim bin Maqsum, Hamd bin Zayd bin Dirham, dan masih banyak yang
lainnya. Beliau juga seorang yang mendapat predikat tsiqah.[3]
Hal senada juga diungkapkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang pernah
bertanya kepada Ayahnya tentang Abdul Aziz bin Syuhaib. Ayahnya berkata bahwa
dia seorang yang tsiqah, tsiqah[4]
(sampai dua kali), juga Abu Dawud yang mengatakan beliau adalah orang yang tsiqah.[5]

Ismail memiliki nama lengkap Ismail bin
Ibrahim bin Maqsum al-Asadi. Julukannya Abu Bisyr al-Bashriyyu, dikenal dengan
sebutan Ibnu ‘Ulayyah.[6]
Beliau tinggal di Basrah, dan wafat di Baghdad pada tahun 193 H/ 809 M. Beliau
termasuk tabiin pertengahan. Beliau juga seorang yang mendapat predikat tsiqah
hafidz.Beliau merupakan salah satu guru dari Ishaq bin Ibrahim bin
Muhallid. Selain itu muridnya yang lain adalah Ibrahim bin Dinar, Ibrahim
bin Sa’id, Ibrahim bin Abdullah bin Hatim, Ibrahim bin Musa bin Yazid bin
Zidan, dan sebagainya. Sedangkan Guru beliau adalah Ibrahim bin Lu’lu, Ishaq
bin Syuwaid bin Hubairah, Isma’il bin Abi Khald, Ja’far bin Hiyan, Abdul
Aziz bin Syuhaib, dan masih banyak yang lainnya.[7]

Nama lengkapnya adalah Ishaq bin Ibrahim
bin Muhallid. Julukannya Abu Ya’qub al-Handhali atau Ibnu Rahawaih al- Marwazi[8]
dari bani Handalah. Beliau termasuk tabiin, menurut informasi beliau wafat pada
malam keempat belas bulan Sya’ban tahun 238 H di Naisabur pada usia 77 tahun.
Jadi diperkirakan beliau lahir pada 161 H/ 778 M. Beliau tinggal di Naisabur dan
merupakan seseorang yang pernah mengambil hadis dari Imam Syafi’i.
Shalih bin Ahmad bin Hanbal pernah berkata
bahwa ketika dia bertanya tentang Ishaq bin Ibrahim kepada bapaknya (Ahmad bin
Hanbal), jawaban bapaknya bahwa Ishaq bin Ibrahim adalah seorang yang memiliki
sifat-sifat selayaknya Imam bagi kaum muslimin.[9]
Ishaq juga dinilai sebagai seorang yang berilmu tinggi sampai-sampai oleh
Abdurrahman al-Juzajani dikatakan sebagai seorang yang sebanding dengan tepian
laut.[10]
Beliau juga seorang yang mendapat predikat tsiqah hafidz.
Diantara guru-guru beliau adalah Azhar bin
Sa’id, Asbath bin Muhammad bin Abd Rahman, Isma’il bin Ibrahim bin Maqsum,
dan masih banyak yang lainnya. Orang-orang yang berguru kepadanya diantaranya
Ishaq bin Mansur bin Bahran, an-Nasa’i, Zakariya bin Yahya bin Iyas dan Muhammad
bin Yahya bin Abdullah.

Beliau bernama lengkap Abu Abdurahman Ahmad
bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani an-Nasa’i. Nama Imam
an-Nasa’i dinisbahkan pada sebuah nama daerah bernama Nasa’ di wilayah Khurasan
yang disebut juga dengan Nasawi.[11] Lahir
pada 215 H/ 830M, Wafat di kota Ramlah-Palestina pada hari senin 13 Safar 303
H/ 915 M,[12]
jadi usianya 86 tahun, menurut pendapat lain berusia 88 tahun.
Imam an-Nasa’i memiliki sejumlah guru yang
tersebar di beberapa kota, seperti di Naisabur, Marwa, Irak, Basrah, Kufah dan
Mesir. Diantara guru-gurunya yang terkenal adalah Qutaibah bin Said, Hisyam bin
‘Ammar, Ishaq bin Ibrahim, Suwaid bin Nashr, Abu Thahit as-Sarh,
Muhammad bin Abdullah bin Yazid, dan lain sebagainya.[13]
Sementara itu murid-murid Imam an-Nasa’i
diantaranya yaitu Abu al-Qasim al-Thabrani, Ahmad bin Muhammad bin Isma’il
an-Nahhas an-Nahwi, Hamzah bin Muhammad al Kinani, Muhammad bin Ahmad bin
al-Haddad as-Syafi’i, Muhammad bin Abdullah bin Hayuyah an-Naisaburi, Abu
Ja’far al-Thahawi, dan masih banyak yang lainnya.
Kesimpulan
Dari uraian identitas para perawi di atas,
dapat disimpulkan bahwa hadis riwayat an-Nasa’i nomor 19 tersebut berpredikat
sahih. Dari segi sanad, hal ini berdasar pada ketersambungan sanad dimana
terdapat kesinkronan hubungan antara guru dan murid serta kualitas para perawi yang
kesemuanya dinilai tsiqah dan tsiqah hafidz. Sedangkan dari segi
matan, hadits tersebut dapat pula ditemukan pada kitab Sahih Bukhari nomor 139
dan 5847, Sahih Muslim nomor 563, Sunan a-Tirmidzi nomor 5 dan 6, Sunan Abu
Dawud nomor 4, Sunan Ibnu Majah nomor 292 dan 294, dan Musnad Ahmad nomor
11509, 11545, 13488, serta Sunan ad-Darimi 667.
[1]
An-Nasa’i, Sunan
an-Nasa’i, Nomor 21, CD Maushu’ah
al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Software, 1997-1998
[2]
Imam Ahmad bin
Hanbal, Maushu’ah Aqwal al-Imam Ahmad bin Hanbal “ Fi Rijal al-Hadits Wa
Ilalihi”, Jilid 1, (Beirut: ‘Alih al-Kitab,1997), hlm. 365
[3]
An-Nasa’i, Sunan
an-Nasa’i, Nomor 21, CD Maushu’ah
al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Software, 1997-1998
[4] Lihat di al-Ilal,
Hlm. 812
[5] Lihat pada sualatihi,
hlm. 458.
[6] Imam Ahmad bin
Hanbal, Maushu’ah Aqwal al-Imam Ahmad bin Hanbal “ Fi Rijal al-Hadits Wa
Ilalihi”, Jilid 1, (Beirut: ‘Alih al-Kitab,1997), hlm. 94
[7]
An-Nasa’i, Sunan
an-Nasa’i, Nomor 21, CD Maushu’ah
al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Software, 1997-1998
[8] Maushu’ah
al-Afwal Abi Hasan ad-Daruquthni, hlm.109
[9] Lihat pada
Syualatihi :2283
[10]
Lihat Tarikh
Baghdadi : 6/349
[11] Syaikh Ahmad
Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007),
hlm. 577.
[12] Fatchur
Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), hlm.
384.
[13] Al-Imam Abu
Abdirrahman Ahmad bi Syu’aib bin Ali an-Nasa’i, Tasmiyah Masyayihk Abi
Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali an-Nasa’i Alladzi Sami’a Minhum wa
Dzikrul Mudallisin wa Ghairu Dzalik Minal Fawaid, (Mekkah: Darul Ilm al-Fawaid, 1423 H), cet 1, hlm.
11-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar